
PR KUNINGAN —Sebuah karya film yang kreatif mengenai tradisi budaya 'Sunda Wiwitan', disajikan dalam bentuk dokumenter etnografis berjudul "Mipit Amit: Menggugah Makna Seren Taun di Cigugur"—baru saja ditayangkan perdana.
Mipit Amit, film ini merupakan karya tesis dari Singgih Dini Kusuma, mahasiswa Program Magister Seni ISI Surakarta, yang menggali makna di balik ritual tahunan Seren Taun di Kecamatan Cigugur, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat.
Pemutaran perdana film ini dilaksanakan di Gedung SBSN Multi Matra ISI Surakarta pada 31 Juli 2025. Mipit Amit merupakan bagian dari ujian pertanggung jawaban tesis seni Singgih, yang dibimbing oleh Dr. Drs. Budi Setiyono, M.Si., dengan Dr. Handriyotopo, S.Sn., M.Sn. sebagai Ketua Penguji, serta Tito Imanda, S.Sos., M.A., Ph.D. sebagai Penguji.
Film berdurasi 8 menit ini memakai pendekatan visual etnografi dan gaya observasional dalam merekam prosesi sakral Seren Taun. "Mipit Amit" berusaha mengungkap prasangka mistis yang sering kali melekat pada tradisi tersebut, dengan menonjolkan nilai-nilai mulia seperti penghormatan terhadap alam, kebersamaan, dan keragaman.
Dokumentasi ini memperlihatkan berbagai tahap upacara adat, mulai dari tradisiDamar Sewu yang diiringi seribu obor, Ngareremokeunsebagai lambang "perkawinan" padi dengan bumi, hingga puncak perayaan Ngajayak di mana masyarakat adat menggiling padi bersama sebagai wujud rasa terima kasih.
Singgih memakai pendekatan sinematografi yang istimewa untuk film ini, sepertilong takeuntuk memastikan kelancaran proses danhandheld camerauntuk menciptakan keakraban dengan subjek.
Teknik penyusunan emosional juga merupakan bagian yang penting, di mana gambar masyarakat adat dikaitkan dengan kehidupan modern melaluiparallel editing, match cut, dan superimpose.
Pergeseran dari gambar berwarna hitam putih ke warna penuh menjadi simbol perubahan perspektif penonton, dari prasangka menuju pemahaman mendalam mengenai nilai-nilai spiritual, ekologis, dan sosial dalam tradisi tersebut.
Aspek suara juga menjadi fokus utama. Suara asli dari lokasi, seperti bunyi lesung dan doa dalam bahasa Sunda, direkam langsung agar tetap menjaga keaslian suasana. Beberapa adegan diperkuat dengan alunan musik tradisional Sunda yang lembut, menciptakan kesan yang lebih mendalam tanpa mengurangi keaslian dokumentasi.
Pemutaran pertama ini mendapatkan sambutan yang antusias dari para penonton, termasuk kalangan akademisi, penggiat budaya, dan komunitas perfilman. Antusiasme terlihat dari diskusi mendalam mengenai teknik sinematografi, etika dalam merekam ritual suci, serta relevansi pesan budaya di tengah era modern.
Diinginkan, "Mipit Amit" menjadi sarana pendidikan yang efisien dalam memperkenalkan nilai-nilai mulia Seren Taun serta memperkuat apresiasi terhadap keberagaman budaya di Indonesia.